Key Takeaways:

  1. Penetapan 20 komoditas ekspor dalam kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) berpotensi menambah cadangan devisa dan berdampak baik untuk Rupiah serta ekonomi Indonesia.
  2. Pertumbuhan kredit pada Juni 2023 melambat, dipengaruhi oleh sektor jasa usaha, jasa sosial, dan pertambangan, serta pembiayaan syariah dan kredit segmen UMKM.

Kebijakan Devisa Hasil Ekspor

Dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 272 Tahun 2022 ditetapkan 20 komoditas ekspor objek kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Dua puluh komoditas tersebut terdiri atas batu bara, ferro nickel, tembaga, minyak mentah dan yang sudah dimurnikan, gas alam dan cair, karet alam, minyak kelapa sawit, timah dan baja tahan karat.

Takeaways: 

  • Penetapan 20 komoditas ekspor ini mencakup 51.3% dari total ekspor Indonesia selama Januari-Mei 2023. Apabila total ekspor tahun ini mencapai USD 250bn, maka akan ada potensi tambahan cadangan devisa dari kebijakan DHE senilai USD 18.7 bn hingga akhir tahun.
  • Dengan adanya kebijakan ini, kami mengharapkan Indonesia dapat meningkatkan cadangan devisa negara untuk membantu stabilitas Rupiah yang saat ini mendapat tekanan dari kenaikan suku bunga AS.
  • Permintaan akan rupiah dapat meningkat dengan adanya kebijakan DHE yang mewajibkan eksportir untuk menempatkan sebagian dari devisa hasil ekspornya dalam rekening khusus dan menyimpannya dalam sistem keuangan Indonesia.
  • Dampak signifikan dari kebijakan DHE ini cukup baik. Kami berharap pemerintah dapat terus mengawasi dan mengevaluasi implementasi kebijakan ini, juga dampaknya terhadap rupiah, cadangan devisa, dan sektor ekspor untuk memastikan hasil yang positif dan berkelanjutan.

Kredit Perbankan

Pada Juni 2023, Bank Indonesia mencatat pertumbuhan kredit melambat menjadi +7,76% YoY (vs. Mei +9,39% YoY). Sektor jasa dunia usaha, jasa sosial, dan pertambangan juga mengalami penurunan namun tetap menyumbang pertumbuhan. Dalam segmen pembiayaan syariah, pertumbuhan kredit juga melambat menjadi +17,09% YoY pada Juni 2023 (vs. Mei +19,45%). Selain itu, pertumbuhan kredit di segmen UMKM juga mengalami perlambatan menjadi +7,34% YoY pada Juni 2023 (vs Mei +7,6%). Perlambatan pertumbuhan kredit tercermin pada kinerja bank-bank besar seperti BBCA dan BBNI.

Takeaways:

  • Ini menandakan penurunan permintaan kredit dari sektor dunia usaha, jasa sosial, dan pertambangan, yang sebagian disebabkan oleh perilaku wait and see dari korporasi dalam meningkatkan rencana investasi mereka.
  • Meskipun demikian, Bank Indonesia memproyeksikan bahwa pertumbuhan kredit pada tahun 2023 akan tetap berada dalam kisaran +9–11% YoY. Likuiditas perbankan yang masih longgar dapat mendorong peningkatan kredit ke depannya.