Bank Indonesia Mempertahankan Suku Bunganya

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan Suku Bunga Reverse Repo 7 Hari (7DRR) pada level 6.00% dalam pertemuan terbarunya. BI menekankan fokus pada stabilitas di tengah tekanan keuangan global dan ketidakpastian geopolitik.

Takeaways: 
  • Kami melihat, keputusan ini menggambarkan bahwa suku bunga saat ini mungkin sudah mencapai titik puncaknya. Mayoritas pasar meyakini bahwa suku bunga BI dapat bertahan hingga kuartal kedua tahun 2024, dengan potensi pemangkasan pada kuartal ketiga. Pandangan ini memberikan dampak positif pada pasar saham, khususnya di sektor yang responsif terhadap perubahan suku bunga, seperti keuangan, teknologi, dan properti.
  • BI tetap waspada terhadap faktor eksternal dan menegaskan fokusnya pada stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah ketidakpastian global. Peningkatan pada Neraca Pembayaran (BoP), dengan arus masuk asing sebagai penggerak utama, menunjukkan pendekatan matang terhadap prospek ekonomi di Indonesia.
  • Meskipun terjadi defisit neraca berjalan yang lebih rendah dari perkiraan pada tahun 2023, masih ada risiko overshooting nilai tukar pada tahun 2024 yang mendorong kemungkinan kenaikan suku bunga BI sebagai respons terhadap volatilitas pasar. Kami percaya bahwa tindakan pengendalian ini dapat dianggap sebagai faktor mitigasi.
  • Kami simpulkan, keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga mencerminkan pendekatan kehati-hatian di tengah ketidakpastian global. Langkah-langkah selanjutnya kemungkinan akan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Defisit Balance of Payment Indonesia yang Menipis

BI melaporkan defisit BoP -USD1,5 miliar di 3Q23, serupa defisit dengan kuartal sebelumnya -USD7,4 miliar. Kinerja dipengaruhi defisit di transaksi berjalan dan modal. Defisit transaksi berjalan (CA) -USD0,9 miliar atau -0,2% PDB di 3Q23, perbaikan dari -USD2,2 miliar (-0,5% PDB) sebelumnya. Neraca modal dan finansial (FA) defisit -USD0,3 miliar atau -0,1% PDB di 3Q23, signifikan dari defisit -USD4,8 miliar (-1,4% PDB) sebelumnya.

Takeaways: 
  • Kami melihat, dari sisi transaksi berjalan (CA), ekspor besi dan baja yang tumbuh 16,3% YoY menjadi pendorong utama dalam mencapai surplus neraca barang. Sektor pariwisata juga mengalami perbaikan yang baik, menghasilkan surplus sekitar +USD1,93 miliar. Sementara itu, defisit neraca dagang dari sektor minyak dan gas yang masih menjadi momok karena tingginya impor dan kenaikan harga minyak di pasar global.
  • Dalam hal transaksi modal dan keuangan (FA), Indonesia mengalami perbaikan yang didorong oleh tren positif dalam investasi langsung. Ini mencerminkan pandangan positif investor terhadap prospek ekonomi Indonesia didukung oleh suku bunga yang sudah mencapai puncak secara global.
  • Kami simpulkan, meskipun terdapat tantangan dari pasar global dan ketidakpastian dalam portofolio investasi asing yang masih terus berlanjut, perbaikan dari BoP yang terlihat memberikan harapan bahwa ekonomi Indonesia masih mampu bertahan, terutama dengan dukungan dari ekonomi domestik yang kuat.