Neraca Pembayaran Indonesia 

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia pada kuartal 4 mencatat surplus USD 8,6 miliar, surplus ini ditopang oleh kinerja neraca modal dan finansial tercatat surplus sebesar USD 9,8 miliar sementara neraca berjalan mengalami defisit sebesar USD -1,3 miliar (-0,4% of GDP). Secara kumulatif, pada tahun 2023, neraca pembayaran Indonesia mengalami surplus USD 6,3 miliar, hal ini ditopang oleh neraca modal dan finansial yang surplus sebesar USD 8,7 milliar sementara neraca berjalan mengalami defisit USD -1,5 milliar.

Takeaways: 
  • Pada tahun neraca berjalan (CA), kita mengalami defisit dari surplus tahun sebelumnya dikarenakan:
  1. Ekspor barang, terutama batu bara, barang kimia, dan minyak sawit mentah,
  2. Normalisasi harga
  3. Melemahnya permintaan dari mitra dagang utama.

Namun, ada harapan dari sisi neraca jasa, di mana terdapat peningkatan jumlah wisatawan asing ke Indonesia yang membantu CA pada tahun ini.

  • Dari sisi neraca modal dan keuangan, Indonesia mengalami peningkatan dengan surplus tinggi yang berasal dari peningkatan arus masuk ke dalam pasar keuangan terbuka. Upaya dari Bank Indonesia dalam kebijakan pasar keuangan dan menstabilkan nilai tukar rupiah memberikan peran penting dalam menarik arus modal asing. Surplus ini menjadi penting sebagai barometer kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia. Jika neraca ini dapat terjaga dengan baik, hal ini dapat mempengaruhi nilai tukar dan keputusan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. 
  • Melihat ke depan, diperkirakan akan adanya sedikit surplus dalam posisi neraca pembayaran Indonesia, didukung oleh meredanya ketidakpastian global dan ketahanan ekonomi dalam negeri. Investasi dari investor asing juga akan memainkan peran krusial dalam membentuk neraca pembayaran kedepannya, dengan harapan pemotongan suku bunga Fed di masa depan mempengaruhi sentimen pasar dan arus modal.
  • Kemudian dengan adanya pemerintahan yang baru, sikap proaktif dan pengambilan keputusan strategis dari pemerintah dalam mencari pemasukan baru dan mengurangi dampak dari penurunan harga komoditas akan menjadi kunci dalam mengarahkan Indonesia menuju pertumbuhan dan stabilitas yang berkelanjutan dalam keadaan ekonomi global yang selalu berubah.

Implikasi Kebijakan Moneter dari Data Inflasi di Amerika Serikat 

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024.

Takeaways: 
  • Kami melihat, outlook kebijakan Bank Indoensia saat ini menunggu dari perubahan kebijakan moneter yang dilakukan oleh AS. Antisipasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve pada pertengahan tahun 2024 menjadikan referensi kebijakan masa depan BI. Meskipun saat ini BI mengharapkan penurunan suku bunga yang moderat oleh the Fed, BI akan tetap waspada terhadap timing dan penyesuaian yang akan terjadi, mengingat akan ada implikasi terhadap arus modal global dan dinamiki mata uang.
  • Secara domestik, tingkat inflasi, pertumbuhan kredit, dan proyeksi PDB, menjadi tambahan peran penting dalam membentuk keputusan kebijakan BI. Saat ini inflasi sudah stabil tapi ada kekhawatiran akan adanya gangguan potensial dalam kenaikan harga pangan akibat gangguan rantai pasokan global dan juga gagal panen disebabkan oleh el-nino. 
  • Bank Indonesia juga saat ini mengoptimalkan instrumen moneter seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI dalam kebiakan stabilisasi Rupiah ditengah penguatan suku bunga global. Istrumen ini dapat memungkinkan BI untuk melakukan invervensi secara efektif dalam pasar uang dan valuta asing, sehingga memperkuat ketahanan IDR dari tekanan eksternal. Selain itu, adanya peningkatan partisipasi dari pasar memperkuat efektivitas istrument moneter ini.
  • Ke depan, dalam pengumumannya, Bank Indonesia berharap adanya pertumbuhan PBD yang lebih kuat yang didorong oleh konsumsi domestik, pengeluaran pemerintah, dan investasi. Narasi "keberlanjutan" dalam pemerintahan pasca-pemilihan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan bisnis, menciptakan iklim investasi yang lebih menguntungkan. Selain itu, BI akan fokus pada penyaluran kedit yang bertujuan untuk mendukung sektor-sektor kunci ekonomi sehingga dapat berkontribusi pada momentum pertumbuhan yang berkelanjutan.